Pada saat awal perpecahan kerajaan Mataram, Hamengkubuwono I membawa semua pakaian (baca jarit batik) ke Yogyakarta, akibatnya Pakubuwono yang memimpin keraton Surakarta kehabisan pakaian peninggalan dari keturunan Pakubuwana sebelumnya. Maka saat itu Pakubuwana X menciptakan motif batik parang dan memberi ultimatum kepada rakyatnya bahwa motif parang yang seperti diatas hanya boeh dipakai raja dan permaisuri saja. sedangkan para selir, anak-anak, serta keluarga kerajaan dibolehkan memakai parang tapi harus ada modifikasinya, tidak boleh parang asli seperti gambar diatas. Gambar Parang Barong seperti diatas hanya boleh dipakai raja dan permaisuri. Namun biasanya lebih sering dipakai Raja untuk motif Parang yang besar. sementara parong klithik biasanya dipakai oleh permaisuri. Parang klithik seperti di bawah ini.
Untuk foto Parang Barong diatas, termasuk Batik Sogan yang mana pewarnaannya menggunakan kayu teger, jeruk nipis dan gula pasir atau jawa. Sehingga menghasilkan aroma khas kayu meski sudah dipakai dan dicuci berkali-kali.
Kemudian di bawahnya motif Parang klithik dengan warna pastel, dari atas warna blewah, biru dan paling bawah hijau.
Kedua batik diatas merupakan perpaduan batik printing dengan batik tulis sehingga harganya pun relatif hemat dibanding jika harus membeli batik tulis asli.
Batik Sogan Parang Barong
(2,5 m)
IDR 175.000
Batik Pastel Parang Klithik
(2,5m)
IDR 100.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar